REPUBLIKBERITA.CO.ID., MARTAPURA – Penegakan hukum di Kabupaten Banjar saat ini tengah menjadi sorotan oleh masyarakat luas.
Bagaimana tidak baru beberapa hari lalu mahasiswa lakukan protes kepada para Aparat Penegak Hukum di Kabupaten Banjar. Kali ini hal serupa juga dilakukan Para Penasehat Hukum.
Jika sebelumnya protes yang dilakukan mahasiswa karena untuk mendukung petani lantaran vonis yang diduga diberikan hakim tidak adil.
Protes yang dilakukan oleh Penasehat Hukum tersebut juga sama halnya, namun dalam kasusnya kliennya dugaan tengah melakukan penyerobotan tanah.
R. Rahmat Dannur S.H.. selaku salah satu penasehat hukum terdakwa mengatakan, bahwa apa yang dilakukan para Aparat Pengak Hukum dalam menangani kasus sangat membingungkan.
Pasalnya lanjut Rahmat kliennya yang diduga melakukan penyerobotan tanah itu memiliki alas hak tanah atas obyek perkara tersebut.
Adapun surat tanah yang dimiliki kliennya itu beber Rahmat bersal dari SKL Lurah sejak tahun 1988, hingga tahun 2011 lalu dijual belikan.
“Yang menjadi tanda tanya saya pada perkara ini sebelumnya tidak pernah dan pada fakta persidangan, diselesaikan terlebih dahulu sengketa perdataannya, untuk memastikan siapa kepemilikan tanah sebenarnya,” ungkapnya.
Karena sesuai aturan Kejaksaan Agung mengeluarkan surat dengan Nomor B-230/E/EJP/01/2013. Perihal tindak pidana umum yang objeknya berupa tanah, dimana jaksa diminta untuk profesional untuk menangani tindak pidana umum, yang obyeknya berupa tanah. Selain itu ada juga peraturan Mahakamah Agung tahun 1956, dimana disampaiakan agar menyelesaikan terlebih dahulu kepemilikan tanah tersebut.
Akibat persoalan itu dirinya melakukan protes terhadap APH, dan hal tersebut sudah sejak awal mulai dari penyidikan, limpah berkas pada kejaksaan, dakwaan, pemeriksaan persidangan bahkan sampai pada tuntutan, pada Kamis 21 Novembe 2024.
“Sebagai APH harusnya tidak langsung mengambil keputusan saja harus benar-benar mencermati perkara, sementara beberapa itemnya dilewati padahal jelas ada aturannya, dan itu langsung dari Kejagung dan Mahkamah Agung,” tuturnya.
Sebelum mengakhiri pada persoalan ini terdapat kejanggalan dimana pelapor menyampaikan bahwa tanahnya beralamat pada KM 19,5 sementara tanah kelainnya berada KM 17.