REPUBLIKBERITA.CO.ID., MARTAPURA – Membingungkan entah apa dasar Mahkamah Agung memberikan vonis kepada salah satu warga yang tinggal di Kabupaten Banjar Kahpi (74), yang pastinya Penasehat Hukum kecewa.
Pernyataan itu disampaikan bukanlah tanpa alasan, pasalnya warga yang diberikan vonis hukuman penjara selama 1 tahun oleh M A tersebut diduga tidak berjalan sesuai dengan aturan hukum.
R Rahmat Dannur, selaku Penasehat Hukum mengatakan, hal itu disampaikannya lantaran ada kekeliruan besar dalam putusan MA ketika memberikan vonis pada klaennya. Seharusnya kelainya yang dituduhkan melakukan penyerobotan tanah atau persoalan sengketa ini terlebih dahulu diselesaikan di ranah perdata, bukan langsung dipidana.
“Inikan sangat tidak jelas keputusan MA, seharunya seperti yang sampaikan tadi,” ungkapnya 31 Mei 2025
Diketahui bahwa awalnya, majelis hakim PN Martapura menyatakan bahwa perkara yang menjerat Kakek Kahpi adalah sengketa perdata, bukan pidana. Dengan pertimbangan hukum yang matang, hakim menyebut bahwa sang kakek tidak layak dihukum secara pidana atas tuduhan penyerobotan tanah.
“Tetapi jaksa Penuntut Umum tidak menerima putusan tersebut dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dan hasilnya? MA menjatuhkan vonis bersalah kepada Kakek Kahpi dengan dasar Pasal 385 ayat 1 KUHP tentang tindak pidana penyerobotan tanah,” lanjutnya.
Tim kuasa hukum menilai bahwa Mahkamah Agung mengabaikan substansi utama kasus ini, yakni status kepemilikan tanah yang masih menjadi sengketa.
Tidak hanya itu, Rahmat Dannur juga menyebutkan bahwa pihaknya telah melampirkan 9 yurisprudensi terdahulu yang menunjukkan bahwa perkara serupa sebelumnya berujung pembebasan.
“Sudah ada banyak contoh, yurisprudensi yang membebaskan terdakwa dalam perkara serupa. Tapi kenapa Kakek Kahpi malah dijatuhi hukuman? Ini tidak adil,” tegasnya.
Sebagai langkah lanjutan, tim hukum Kakek Kahpi telah resmi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadila Negeri (PN) Martapura untuk memperjuangkan keadilan bagi sang kakek yang kini harus menjalani usia senjanya di balik jeruji karena konflik tanah yang belum tuntas secara perdata.
Perkara ini bermula dari laporan seorang pria bernama Hasyim Sutiono, yang menuduh Kakek Kahpi melakukan penyerobotan tanah.
Tuduhan itu dijeratkan dengan Pasal 385 KUHP. Namun, sejak awal persidangan, hakim PN Martapura sudah menegaskan bahwa unsur pidana dalam kasus ini tidak terpenuhi karena sengketa kepemilikan belum pernah diuji di pengadilan perdata.